♠️ Kisah Istighfar Hasan Al Bashri
Suatusaat, seseorang mengadukan tanahnya yang kering. Hasan pun menyarankan agar yang bersengkutan memperbanyak istighfar. Pada kesempatan yang lain, seseorang mengadukan perekonomiannya yang tak kunjung membaik. Si pengadu tetap miskin meski ia telah banting tulang mencari nafkah. "Perbanyaklah istighfar," titah Imam Hasan.
Tamuyang pertama datang mengeluhkan tentang masa paceklik yang terjadi di daerahnya dan sudah meresahkan masyarakat. Lalu, beliau berpesan kepada tamunya itu untuk beristighfar kepada Allah SWT. Selang beberapa saat, Imam Al Bashri kedatangan tamu kedua.
Seolahhendak menegaskan, Habib Umar menyebutkan lagi fadhilah istighfar, "Khasiat istighfar adalah menghapus dosa-dosa, memendam aib-aib, memperderas rizki, mengalirkan keselamatan pada diri dan harta, mempermudah capaian cita-cita, menyuburkan berkah pada harta, dan mendekatkan diri pada-Nya.". "Logikanya, untuk menyucikan baju yang
Salahsatunya adalah dengan mengamalkan istighfar. Hasan Al Bashri pernah menunjukkan bagaimana faedah istighfar yang luar biasa sebagai pintu rezeki tersebut. Dia pernah berkata: Kisah Pertempuran Umat Muslim dengan Bani Mustaliq . 15/06/2022 16:48 WIB Doa dan Ibadah . Pahala Ziahari Makam Orang Tua: Ampunan Melimpah dan Setara Haji
Inilahkehebatan istighfar, walaupun zikirnya mudah saja. Ada satu kisah seseorang mengadu keadaan yang kemarau kepada Imam Hasan al-Basri. Hasan Basri suruh lelaki itu balik ke rumah dan melakukan istighfar. Kemudian, datang pula lelaki lain yang mengadu hidupnya dalam kemiskinan. Hasan Basri suruh lelaki itu balik rumah dan lakukan istighfar
PelangiBlogCom - Syekh Hasan Al-Bashri adalah salah satu kekasih Allah yang terkenal ta'at dan bertaqwa. Nama asli Beliau adalah Abu Sa'id al Hasan ibnu Abil Hasan Yasar al-Bashri. Beliau menjadi ulama' yang terkenal di zamannya dan memiliki banyak pengikut dalam sebuah thoriqoh.
ad_1] loading Farid al-Din Attar dalam bukunya berjudul Tadhkirat al-Auliya' berkisah, pada suatu hari, Abu Amr, seorang ahli tafsir terkemuka, sedang mengajar Al-Qur'an. Di tengah-tengah pelajaran, tiba-tiba datang seorang pemuda tampan bergabung ke dalam kelasnya. Melihat anak yang sangat tampan itu, Abu Amr terkesima dan sampai-sampai dia melupakan seluruh isi Al-Qur'an. Api telah
Meskipundemikian, Syekh Hasan Al-Bashri tidak menghiraukannya. Beliau tak kuasa dan tak dapat menahan diri, beliau merasa tertarik pada wanita itu dan mengikuti sampai kerumahnya. Wanita itu bertanya kembali "Untuk apa engkau datang kesini ?", beliau menjawab "Aku telah tertipu oleh keindahan sayup matamu".
Didalam kamar Hasan al-Bashri selalu terlihat ember kecil penampung tetesan air dari atap kamarnya. Istrinya memang sengaja memasangnya atas permintaan Hasan Al-Bashri agar tetesan tak meluber. Hasan Al-Bashri rutin mengganti ember itu tiap kali penuh dan sesekali mengelap sisa percikan yang sempat membasahi ubin.
mnRq. Salah satu tokoh penting dalam dunia Islam adalah Imam Hasan al-Bashri. Ia adalah seorang ulama sufi yang banyak dinukil petuah-petuah bijaksananya. Bila dirunut dari latar belakang keluarganya, Hasan al-Bashri bukanlah anak seorang raja ataupun kalangan tokoh terpandang melainkan hanya seorang anak dari hamba sahaya milik Zaid bin Tsabit. Ayah Hasan al-Bashri bernama Yasar berasal dari daerah Maisan, pinggiran kota Bashrah di negara Irak. Dahulu daerah Maisan ditaklukkan umat islam pada tahun 12 Hijriah di bawah kepemimpinan panglima Khalid bin Walid. Sedangkan, ibunya adalah hamba sahaya milik Ummu Salamah, istri Rasulullah saw. Sejak kecil, Hasan al-Bashri telah mendapatkan berkah doa dan kasih sayang dari para kekasih Allah. Pernah suatu ketika di masa balita, ia ditinggal bekerja oleh ibunya. Iba melihat Hasan al-Bashri kecil menangis maka Ummu Salamah, istri Rasulullah saw pun menimangnya serta menyusuinya. Begitu juga, ketika ia masih kecil Umar bin Khattab mendoakannya, “Ya Allah, ajarkanlah ilmu agama kepada anak kecil ini dan buatlah umat mencintainya” Syamsuddin adz-Dzahabi, Siyar A’lam an-Nubala’, [Beirut Dar al-Kutub al-Ilmiyyah], 2007, vol. IV 565. Bila dirunut dari sejarah, Hasan al-Bashri lahir di daerah Rabadzah, sebuah dataran berjarak 170 km dari kota Madinah pada tahun 21 Hijriah. Kemudian, ia dibawa keluarganya ke kota Madinah dan menetap di rumah Ummu Salamah, istri Rasulullah. Secara fisik, Hasan al-Bashri memiliki wajah yang sangat tampan. Diceritakan suatu ketika asy-Sya’bi berpesan kepada Ashim al-Ahwal, “Sampaikan salamku kepada Hasan al-Bashri di kota Bashrah.” Ashim al-Ahwal kebingungan dan menjawab, “Aku tidak pernah mengenalnya”. Maka, asy-Sya’bi menjawab, “Nanti ketika engkau masuk kota Bashrah masuklah ke dalam masjid kota Bashrah, kemudian carilah orang yang paling tampan yang belum pernah engkau temui disana.” “Sungguh aku telah melakukan perintah asy-Sya’bi maka aku melihat Hasan al-Bashri adalah seorang yang sangat tampan yang dikelilingi oleh murid-muridnya di masjid kota Bashrah.” komentar Ashim al-Ahwal. Ulama Multidisiplin Hasan al-Bashri memiliki kecerdasan dan daya ingat yang sangat kuat serta nalar yang sangat tajam. Abu Qatadah al-Adawi mengatakan, “Wajib bagi kalian belajar kepada syekh ini Hasan al-Bashri. Demi Allah, aku melihat Hasan al-Bashri sangat mirip pendapatnya dengan Sayyidina Umar bin Khattab”. Sahabat Anas bin Malik berwasiat, “Wajib bagi kalian belajar kepada Maulana Hasan al-Bashri, maka bertanyalah kepadanya.” Kemudian, ada yang bertanya, “Wahai Abu Hamzah julukan Sahabat Anas bin Malik, mengapa engkau menganjurkan kami bertanya kepada Hasan al-Bashri?” Anas bin Malik menjawab, “Dia menimba ilmu kepada kami, akan tetapi sekarang kami telah banyak lupa sedangkan ia masih mengingat ilmu yang kami ajarkan” Ibnu Abi Hatim, al-Jarh wa Ta’dil, [Beirut Dar Fikr], 1999, vol. III 41. Selain itu, Hasan al-Bashri juga seorang ahli fiqih yang sangat hebat. Syekh Yunus bin Ubaid al-Abidi mengatakan, “Kami telah bertemu dengan banyak ulama, dan tak ada yang lebih unggul dan sempurna ilmunya melebihi Hasan al-Bashri”. Pernah suatu ketika Imran al-Qashir menanyakan suatu permasalahan dalam ilmu fiqih kepada Hasan al-Bashri. Maka, Hasan al-Bashri menjawab “Sebagian ulama fiqih menjawab seperti ini dan sebagian yang lain berpendapat seperti ini. Ketahuilah bahwa seorang ahli fiqih sejati adalah seorang yang zuhud di dunia, yang waspada dalam menjaga agamanya, dan senantiasa beribadah kepada Allah”. Lihat kitab Hilyatul Auliya’ karya syekh Abu Nu’aim al-Ashbihani cetakan Maktabah at-Taufiqiyyah Kairo 2007 Dalam ilmu Hadits, Hasan al-Bashri dinilai perawi yang tsiqqah terpercaya khususnya dalam hadits yang ia riwayatkan dari Samurah bin Jundub. Akan tetapi, ada banyak hadits yang ia riwayatkan lemah karena cacat berupa tadlis tidak menyebutkan beberapa perawi di atasnya ataupun mursal tidak menyebutkan perawi dari kalangan sahabat khususnya yang ia riwayatkan dari Abu Hurairah. Syekh Syamsuddin adz-Dzahabi, Mizal al-’Itidal fi Naqd ar-Rijal, [Kairo Muassasah ar-Risalah], 2017 383. Berguru pada para Sahabat Nabi Di antara guru-gurunya dari golongan sahabat nabi adalah Abdullah bin Umar, Anas bin Malik, Abdullah bin Mughaffal, Amr bin Taghlib, Abu Burzah al-Aslami, dan masih banyak lagi. Menurut Ibnu Hibban, Syekh Hasan al-Bashri telah menimba ilmu kepada 120 tokoh dari golongan sahabat. Ibnu Hibban, ats-Tsiqqat [Beirut Dar Fikr], 1996, vol. IV 123. Di antara petuahnya kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah “Ingatlah! bahwa berpikir sebelum mengambil keputusan akan mendatangkan kebaikan dan menyesali perbuatan dosa akan menjauhkan dari keburukan. Waspadalah dengan kenikmatan dunia karena ketenteraman di dalamnya hanyalah semu, angan-angan meraihnya adalah racun, puncaknya adalah keburukan. Adakalanya nikmat dunia menggelincirkan dari ketaatan kepada Allah. Adakalanya nikmat dunia adalah musibah yang merusak agamamu. Waspadalah, sungguh Allah akan membalas hambanya yang taat dan menyiksa hambanya yang durhaka.” “Ingatlah! Allah telah menjadikan kenikmatan dunia sebagai ujian bagi para nabi dan rasul serta pelajaran bagi umatnya. Sungguh orang yang lalai lagi durhaka kepada Allah menyangka bahwa mereka sedang dimuliakan Allah dengan kenikmatan dunia padahal ketika itu mereka sedang dijauhkan dari mengingat Allah. Ingatlah! Waktu adalah seorang tamu yang datang kepadamu dan ia akan berlalu meninggalkanmu. Seandainya engkau memuliakan waktu dengan beribadah dan berbuat baik niscaya waktu akan menjadi saksi kebaikanmu di hari kiamat. Dan seandainya engkau menghinakan waktu dengan bermaksiat dan berbuat buruk niscaya ia akan menjadi saksi keburukanmu di hari kiamat.” “Ingatlah! Sisa umur yang tersisa bagimu di dunia tak ternilai harganya dan tak dapat tergantikan dengan yang lain. Dunia dan seisinya tak akan mampu menyamai nilai satu hari yang tersisa dari usiamu. Maka, jangan engkau tukar sisa usiamu yang sangat bernilai dengan kenikmatan dunia yang hina. Koreksilah dirimu setiap harinya, waspadalah atas kenikmatan dunia, jangan sampai engkau menyesal ketika telah datang ajal kematianmu. Semoga nasehat ini bermanfaat bagi kita dan Allah berikan kita akhir hidup yang baik” Syekh Abu Nu’aim al-Ashbihani, Hilyatul Auliya’ [Kairo Maktabah at-Taufiqiyyah], 2007, vol. II 128. Hasan al-Bashri mewasiatkan, “Seandainya engkau tak mampu berpuasa di siang hari dan engkau tak mampu menjalankan shalat malam. Ingatlah! Engkau sedang terbelenggu oleh dosa dan maksiat.” Tokoh kita satu ini wafat pada tahun 110 Hijriah di kota Basrah. Diceritakan, suatu ketika Malik bin Dinar pernah bercerita tentang mimpinya bertemu Hasan al-Bashri. Dalam mimpi itu Hasan al-Bashri memakai pakaian yang sangat indah dan bersinar wajahnya. “Bukankah engkau telah wafat? Lantas apakah yang membuatmu diberikan Allah derajat yang tinggi ini?” tanya Malik bin Dinar. Hasan al-Bashri menjawab, “Aku diberikan Allah derajat orang-orang yang bertakwa karena rasa sedihku atas dosa-dosa yang aku lakukan. Katahuilah bahwa orang yang banyak bersedih atas dosa-dosa yang dia perbuat akan mendapatkan banyak kebahagiaan di akhirat” Syekh Jamaluddin Ibnu Jauzi, Hasan al-Bashri, Zuhduhu wa Mawa’idzuhu [Beirut Dar an-Nawadir], 2007 32. Muhammad Tholhah al Fayyadl, mahasiswa jurusan Ushuluddin Universitas al-Azhar Mesir, alumnus Pondok Pesantren Lirboyo
Suatu hari, Imam Al Hasan Al Bashri menerima empat rombongan tamu yang datang secara terpisah kepada beliau untuk meminta nasihat. Tamu yang pertama datang mengeluhkan tentang masa paceklik yang terjadi di daerahnya dan sudah meresahkan masyarakat. Lalu, beliau berpesan kepada tamunya itu untuk beristighfar kepada Allah SWT. Selang beberapa saat, Imam Al Bashri kedatangan tamu kedua. Tamunya menyampaikan keinginan agar dapat terbebas dari kefakiran atau kemiskinan yang melilit keluarganya. Kepada tamu ini, beliau memberikan nasihat untuk senantiasa beristighfar kepada Allah SWT. Beberapa waktu kemudian, datang lagi tamu berikutnya yang menyampaikan keluh kesah bahwa di sekitar tempat tinggalnya sedang terjadi kekeringan disebabkan tidak turunnya hujan. Kembali, Imam Hasan Al Bashri menyampaikan petuah singkat kepada tamunya untuk memperbanyak istighfar kepada Allah SWT. Tidak lama setelah tamunya yang ketiga meninggalkan kediaman Imam Hasan Al-Bashri, beliau kembali kedatangan tamu. Tamunya yang keempat ini menyampaikan harapan yang sudah lama mereka dambakan, yaitu ingin memiliki keturunan dari pernikahan yang telah mereka jalani. Dan, ungkapan singkat yang disampaikan beliau adalah perbanyak istighfar kepada Allah SWT. Tanpa disengaja, keempat rombongan tamu itu bertemu di suatu tempat dan saling menceritakan keluh kesah mereka. Karena merasa mendapatkan nasihat yang sama, lantas muncul anggapan bahwa sang imam menyamakan seluruh permasalahan dengan hanya memberikan satu jawaban singkat dan mudah. Yaitu hanya memperbanyak membaca istighfar. Dengan sedikit emosi, mereka bersepakat kembali ke kediaman sang imam guna meminta penjelasan. Sesampainya di rumah Imam Hasan Al Bashri, mereka dipersilakan masuk. Setelah mendengarkan kembali keluhan tamunya, sang imam mengajak mereka menyimak QS Nuh [71] ayat 10-12. ?Maka, aku katakan kepada mereka, Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun’. Niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari langit atas kalian. Dan, Dia akan melipatgandakan harta dan anak-anak kalian, mengadakan kebun-kebun atas kalian, serta mengadakan sungai-sungai untuk kalian.? Setelah mendengarkan kalam Ilahi itu, barulah mereka tersadar bahwa nasihat sang imam bukan asal-asalan seperti dugaan sebagian mereka. Dengan perasaan malu, mereka pun akhirnya meninggalkan rumah beliau. *** Kak Nurul Ihsan/ Donasi terbaik di Insya Allah termasuk amal sedekah jariyah yang pahalanya akan terus-menerus mengalir kepada sahabat donatur hingga sampai di alam barzah alam kubur karena donasi tersebut sepenuhnya digunakan untuk pembuatan ebook anak terbaru dan pengembangan situs menjadi sebuah portal bacaan digital anak muslim free online terbesar di Asia yang bermanfaat bagi umat dan bangsa dalam upaya mendukung Program Sosial Edukasi Gerakan Indonesia Cerdas Literasi. Keutamaan Bersedekah Jariyah di dari shalat tahajud terputus setelah shalat itu selesai. Pahala dari puasa sunah terputus setelah berbuka. Pahala dari baca Alqur?an terputus setelah berhenti baca Alqur?an. Tapi tidak dengan pahala sedekah jariyah di Pahalanya Insyaallah terus-menerus mengalir walau sedekahnya sudah selesai. Tidak terputus sekalipun pemberi sedekahnya sudah meninggal dunia. Terimakasih atas donasi para sahabat literasi. Insya Allah menjadi amal sedekah jariyah yang tetap dan terus mengalir pahalanya sampai di alam barzah alam kubur. Amin ya robbal alamin. Jasa Penerbitan BukuNaskah/Ilustrasi/Komik/Layout Desain/CetakWA 0815 6148 165Telp 022 87824898e-mail cbmagency25 Raden Mochtar III, No. 126, Sindanglaya,Bandung, Jawa Barat 40195 Sumber & Kontributor Cloud Hosting PartnerPT DewawebAKR Tower ? 16th FloorJl. Panjang Kebon JerukJakarta 11530Email sales 021 2212-4702Mobile Kak Nurul Ihsan adalah inisiator Program Sosial Edukasi Gerakan Indonesia Cerdas Literasi, founder ketua Yayasan Sebaca Indonesia, serta kreator 500 buku anak yang sudah berkarya sejak 1991 hingga sekarang bersama tim CBM Studio. Profil dan karya buku Kak Nurul Ihsan dan tim CBM Studio dapat dilihat di sini.
Telah datang berita gembira kepada istri Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, Ummu Salamah, bahwa budaknya yang bernama Khairah telah melahirkan seorang bayi laki-laki. Ummul Mukminin hanyut dalam kegembiraan dan wajahnya tampak ceria dan berseri-seri. Dia mengutus seseorang untuk membawa ibu dan bayinya ke rumah selama masa-masa pemulihan pasca melahirkan. Khairah adalah budak yang paling beliau sayangi dan beliau telah rindu menantikan kelahiran bayi pertama dari budaknya itu. Tak lama setelah itu Khairah pun datang dengan bayi di gendongannya. Ketika Ummu Salamah memandangnya, beliau langsung menyukai bayi itu karena wajahnya yang tampan dan cerah, menarik hati siapapun yang memandangnya. Ummu Salamah bertanya kepada budaknya “Sudahkah engkau memberikan nama untuknya wahai Khairah?” Khairah menjawab “Belum, aku ingin Anda-lah yang memilihkan nama untuknya sesuka Anda.” Ummu Salamah berkata, “Kita akan memberi nama yang diberkahi Allah Subhanahu wa Ta’ala yaitu Hasan.” Lalu beliau mengangkat tangannya untuk mendoakan kebaikan bagi sang bayi. Kebahagiaan atas kelahiran Hasan itu tidak hanya dirasakan oleh keluarga Ummul Mukminin Ummu Salamah saja. Namun juga dirasakan oleh seisi rumah di Madinah, yaitu di rumah sahabat utama yang juga penulis wahyu Rasulullah, Zaid bin Tsabit. Sebab ayah si bayi, yakni Yasaar, adalah budak Zaid bin Tsabit yang paling disayangi dan diutamakan di antara budak yang lain. Hasan bin Yassar yang pada akhirnya lebih terkenal dengan sebutan Hasan al-Bashri tumbuh di salah satu rumah Nabi shallallahu alaihi wa sallam, besar di pangkuan salah satu istri beliau, yaitu Hindun binti Suhail yang lebih sering dipanggil dengan Ummu Salamah. Adapun Ummu Salamah –kalau pembaca belum tahu- adalah seorang wanita Arab yang termasuk paling sempurna akalnya, banyak keutamaannya, dan teguh pendiriannya. Beliau juga termasuk istri nabi yang paling luas pengetahuannya dan paling banyak meriwayatkan hadis dari Rasulullah. Beliau meriwayatkan sebanyak 387 hadis. Beliau juga termasuk dari sedikit bilangan wanita di masa jahiliyah yang mampu baca-tulis. Hubungan bayi yang beruntung itu dengan Ummu Salamah tidak hanya sebatas itu. Lebih jauh lagi, karena seringkali ibunda beliau, Khairah, harus keluar dari rumah untuk mengurus kebutuhan Ummul Mukminin sehingga harus meninggalkan bayinya. Bila sang bayi menangis karena lapar, maka Ummul Mukminin meletakkan bayi itu di pangkuannya, lalu disusui supaya diam. Karena rasa cintanya terhadap bayi itu, Ummul Mukminin bisa mengeluarkan air susu yang kemudian diminum oleh si bayi hingga merasakan kenyang dan diam dari tangisnya. Dengan demikian, kedudukan Ummu Salamah bagi Hasan al-Bashri adalah sebagai ibu dalam dua sisi. Pertama karena Hasan al-Bashri adalah seorang dari mukminin sedang Ummu Salamah adalah Ummul Mukminin. Kedua Ummu Salamah adalah ibu susuan bagi beliau. Anak ini meraih kesempatan emas untuk bergaul dengan istri-istri Nabi shallallahu alaihi wa sallam, sebab rumah-rumah mereka berdekatan sehingga ia bisa bermain dari satu rumah ke rumah yang lain. Sudah barang tentu akhlak beliau terwarnai oleh para penghuni rumah itu dan mendapatkan bimbingan dari mereka. Seperti yang diceritakan oleh Hasan al-Bashri sendiri, dia mengisi rumah Ummul Mukminin dengan ketangkasannya yang menyenangkan. Sering dia naik ke atap rumah lalu berpindah-pindah dengan lincahnya. Hasan dibesarkan dalam suasana yang diterangi oleh cahaya nubuwah dan meneguk sumber air jernih ilmu yang tersedia di rumah-rumah ummahatul mukminin. Beliau juga berguru kepada sahabat-sahabat utama di Masjid Nabawi. Beliau meriwayatkan dari Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abu Musa al-Asy’ari, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, Anas bin Malik, Jabir bin Abdillah dan lain-lain. Meski demikian, kekaguman yang paling menonjol jatuh kepada Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu. Dia mengagumi keteguhan agamanya, ketekunan ibadahnya, kezuhudannya terhadap kesenangan dunia, kefasihan lidahnya, hikmah-hikmahnya yang berkesan di hatinya, kemantapan tutur katanya dan nasihat-nasihatnya yang menggetarkan hati. Sehingga beliau berusaha berakhlak dengannya dalam hal takwa dan ibadah serta mengikuti jejaknya dalam memberikan keterangan dan kefasihan bahasanya. Menginjak usia 14 tahun, ketika memasuki usia remaja, beliau berpindah bersama kedua orang tuanya ke Bashrah dan menetap di sana. Dari sinilah muncul julukan al-Bashri, yang dinisbahkan pada kota Bashrah. Lalu keutamaan beliau mulai dikenal orang-orang di Bashrah. Di saat Hasan al-Bashri menjadi imam, kota Bashrah merupakan benteng Islam yang terbesar dalam bidang ilmu pengetahuan. Masjidnya yang agung penuh dengan para sahabat dan tabi’in yang hijrah ke sana dan halaqah-halaqah keilmuan dengan beraneka ragam dan coraknya memakmurkan masjid-masjid dan suraunya. Hasan al-Bashri tinggal di masjid itu dan menekuni halaqah Abdullah bin Abbas, Habru umati Muhammad Ustadnya umat Muhammad. Dia mengambil pelajaran tafsir, hadis, qiraah, fiqh, adab, bahasa dan sebagainya. Hingga beliau menjadi seorang ulama besar dan fuqaha yang terpercaya. Maka, umat banyak menggali ilmunya, mendantangi majelisnya serta mendengarkan ceramahnya yang mampu melunakkan jiwa-jiwa yang keras dan mencucurkan air mata orang-orang yang terlanjur berbuat dosa. Banyak orang terpikat dengan hikmahnya yang mempesona. Nama Hasan al-Bashri telah menyebar di seluruh daerah dan dikenal di mana-mana. Para gubernur dan khalifah menanyakan dan mengikuti beritanya. Khalid bin Shafwan bercerita. “Aku bertemu dengan Maslamah bin Abdul Malik di daerah Hirah, beliau berkata, Wahai Khalid, ceritakan kepadaku tentang Hasan al-Bashri, aku rasa engkau lebih mengenalnya dari yang lain.” Aku berkata, “Semoga Allah menjaga Anda. Saya sebaik-baik orang yang akan memberikan keterangan tentang Hasan al-Bashri wahai Amir, karena saya adalah tetangga sekaligus muridnya yang setia. Saya lebih mengenal beliau daripada orang Bashrah lainnya’.” Beliau berkata, “Ceritakan apa yang Anda ketahui tentangnya.” Saya berkata, Beliau adalah orang yang hatinya sama dengan lahiriyahnya, perkataannya serasi dengan perbuatannya. Jika menyuruh perkara yang ma’ruf, maka beliau pula yang paling sanggup melakukannya. Jika melarang yang mungkar, beliau pula yang paling mampu meninggalkannya. Saya mendapatinya sebagai orang yang tidak memerlukan pemberian; dan zuhud terhadap apa yang ada di tangan orang lain. Sebaliknya saya dapati betapa orang-orang memerlukan dan menginginkan apa yang dimilikinya.” Maslamah berkata, “Cukup wahai Khalid, cukup. Bagaimana kaum itu bisa sesat, bila ada orang semisal dia di tengah-tengah mereka?” Ketika Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi berkuasa di Irak, bertindak sewenang-wenang dan kejam di wilayahnya, Hasan al-Bashri adalah termasuk dalam bilangan sedikit orang yang berani menentang dan mengecam keras akan kezaliman penguasa itu secara terang-terangan. Suatu ketika, Hajjaj membangun istana yang megah untuk dirinya di kota Wasit. Ketika pembangunan selesai, diundangnya orang-orang untuk melihat dan mendoakannya. Hasan al-Bashri tak mau menyia-nyiakan kesempatan yang baik di mana banyak orang sedang berkumpul. Dia tampil memberikan ceramah, mengingatkan mereka agar bersikap zuhud di dunia dan menganjurkan manusia untuk mengejar apa yang ada di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Begitulah, ketika Hasan al-Bashri tiba di tempat itu dan melihat begitu banyak orang-orang mengelilingi istana yang megah dan indah dengan halamannya yang luas, beliau berdiri untuk berkhutbah. Di antara yang beliau sampaikan adalah “Kita mengetahui apa yang dibangun oleh manusia yang paling kejam dan kita dapati Fir’aun yang membangun istana yang lebih besar dan lebih megah daripada bangunan ini. Namun kemudian Allah membinasakan Fir’aun beserta apa yang dibangunnya. Andai saja Hajjaj bahwa penghuni langit telah membencinya dan penduduk bumi telah memperdayakannya…” Beliau terus mengkritik dan mengecam hingga beberapa orang mengkhawatirkan keselamatannya dan memintanya berhenti “Cukup Wahai Abu Sa’id, cukup.” Namun Hasan al-Bashri berkata, “Wahai saudaraku, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengambil sumpah dari ulama agar menyampaikan kebenaran kepada manusia dan tak boleh menyembunyikannya.” Keesokan harinya Hajjaj menghadiri pertemuan bersama para pejabatnya dengan memendam amarah dan berkata keras “Celakalah kalian! Seorang dari budak-budak Basrah itu memaki-maki kita dengan seenaknya dan tak seorang pun dari kalian berani mencegah dan menjawabnya. Demi Allah, akan kuminumkan darahnya kepada kalian wahai para pengecut!” Hajjaj memerintahkan pengawalnya untuk menyiapkan pedang beserta algojonya dan menyuruh polisi untuk menangkap Hasan al-Basri. Dibawalah Hasan al-Basri, semua mata mengarah kepadanya dan hati mulai berdebar menunggu nasibnya. Begitu Hasan al-Basri melihat algojo dan pedangnya yang terhunus dekat tempat hukuman mati, beliau menggerakkan bibirnya membaca sesuatu. Lalu berjalan mendekati Hajjaj dengan ketabahan seorang mukmin, kewibawaan seorang muslim, dan kehormatan seorang da’i di jalan Allah. Demi melihat ketegaran yang demikian, mental Hajjaj menjadi ciut. Terpengaruh oleh wibawa Hasan al-Basri, dia berkata ramah “Silahkan duduk di sini wahai Abu Sa’id, silahkan..” Seluruh yang hadir menjadi bengong dan terheran-heran melihat perilaku amirnya yang mempersilahkan Hasan al-Basri duduk di kursinya. Sementara itu, dengan tenang dan penuh waibawa Hasan al-Basri duduk di tempat yang disediakan. Hajjaj menoleh kepadanya lalu menanyakan berbagai masalah agama, dan dijawab Hasan al-Basri dengan jawaban-jawaban yang menarik dan mencerminkan pengetahuannya yang luas. Merasa cukup dengan pertanyaan yang diajukan, Hajjaj berkata, “Wahai Abu Sa’id, Anda benar-benar tokoh ulama yang hebat.” Dia semprotkan minyak ke jenggot Hasan al-Basri lalu diantarkan sampai di depan pintu. Sesampainya di luar istana, pengawal yang mengikuti Hasan al-Basri berkata, “Wahai Abu Sa’id sesungguhnya Hajjaj memanggil Anda untuk suatu urusan yang lain. Ketika Anda masuk dan melihat algojo dengan pedangnya yang terhunus, saya lihat Anda membaca sesuatu, apa sebenarnya yang Anda lalukan ketika itu?” Beliau berkata, Aku berdoa “Wahai Yang Maha Melindungi dan tempatku bersandar dalam kesulitan, jadikanlah amarahnya menjadi dingin dan menjadi keselamatan bagiku sebagaimana Engkau jadikan api menjadi dingin dan keselamatan bagi Ibrahim.” Kejadian serupa sering dialami Hasan al-Basri berhubungan dengan para wali negeri dan amir, di mana beliau selalu lolos dari setiap kesulitan tanpa menjatuhkan wibawanya di mata para penguasa tersebut dengan lindungan dan pemeliharaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Setelah wafatnya khalifah yang zuhud Umar bin Abdul Aziz, kekuasaan beralih ke tangan Yazid bin Abdul Malik. Khalifah baru ini mengangkat Umar bin Hubairah al-Faraqi sebagai gubernur Irak sampai Khurasan. Yazid ditengarai telah berjalan tidak seperti jalannya kaum salaf yang agung. Dia senantiasa mengirim surat kepada walinya, Umar bin Hubairah agar melaksanakan perintah-perintah yang ada kalanya melenceng dari kebenaran. Untuk memecahkan problem itu, Umar bin Hubairah memanggil para ulama di antaranya asy-Sya’bi dan Hasan al-Basri. Dia berkata “Sesungguhnya Amirul Mukminin, Yazid bin Abdul Malik telah diangkat oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai khalifah atas hamba-hamba-Nya. Sehingga wajib ditaati dan aku diangkat sebagai walinya di negeri Irak sampai kupandang tidak adil. Dalam keadaan yang demikian, bisakah kalian memberikan jalan keluar untukku, apakah aku harus menaati perintah-perintahnya yang bertentangan dengan agama?” Asy-Sya’bi menjawab dengan jawaban yang lunak dan sesuai dengan jalan pikiran pemimpinnya itu, sedangkan Hasan al-Basri tidak berkomentar sehingga Umar menoleh kepadanya dan bertanya, “Wahai Abu Sa’id, bagaimana pendapatmu?” Beliau berkata, “Wahai Ibnu Hubairah, takutlah kepada Allah atas Yazid dan jangan takut kepada Yazid karena Allah. Sebab ketahuilah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala bisa menyelamatkanmu dari Yazid, sedangkan Yazid tak mampu menyelamatkanmu dari murka Allah. Wahai Ibnu Hubairah, aku khawatir akan datang kepadamu malaikat maut yang keras dan tak pernah menentang perintah Rabb-nya lalu memindahkanmu dari istana yang luas ini menuju liang kubur yang sempit. Di situ engkau tidak akan bertemu dengan Yazid. Yang kau jumpai hanyalah amalmu yang tidak sesuai dengan perintah Rabb-mu dan Rabb Yazid.” “Wahai Ibnu Hubairah, bila engkau bersandar kepada Allah dan taat kepada-Nya, maka Dia akan menahan segala kejahatan Yazid bin Abdul Malik atasmu di dunia dan akhirat. Namun jika engkau lebih suka menyertai Yazid dalam bermaksiat kepada Allah, niscaya Dia akan membiarkanmu dalam genggaman Yazid. Dan sadarilah wahai Ibnu Hubairah, tidak ada ketaatan bagi makhluk, siapapun dia, bila untuk bermaksiat kepada Allah.” Umar bin Hubairah menangis hingga basah jenggotnya karena terkesan mendengarnya. Dia berpaling dari asy-Sya’bi kepada Hasan al-Basri, Umar semakin bertambah hormat dan memuliakannya. Setelah kedua ulama itu keluar dan menuju ke masjid, orang-orang pun datang berkerumun ingin mengetahui berita pertemuan mereka dengan amir Irak tersebut. Asy-Sya’bi menemui mereka dan berkata; “Wahai kaum barangsiapa mampu mengutamakan Allah atas makhluk-Nya dalam segala keadaan dan masalah, maka lakukanlah. Demi yang jiwaku ada di tangan-Nya, semua yang dikatakan Hasan al-Basri kepada Umar bin Hubairah juga aku ketahui. Tapi yang kusampaikan kepadanya adalah untuk wajahnya, sedangkan Hasan al-Basri menyampaikan kata-katanya demi mengharap wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka aku disingkirkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dari Ibnu Hubairah, sedangkan Hasan al-Basri didekati dan dicintai…” Allah memberikan karunia umur kepada Hasan al-Basri hingga berusia lebih dari 80 tahun dan telah memenuhi dunia ini dengan ilmu, hikmah dan fiqih. Warisan yang diunggulkannya bagi generasi kini di antaranya adalah kehalusan dan nasihat-nasihatnya yang mampu menyegarkan jiwa dan mampu menyentuh hati, menjadi petunjuk bagi mereka yang lalai akan hakikat kehidupan dunia serta ihwal manusia dalam menyikapi dunia. Beliau pernah ditanya oleh seseorang tentang dunia dan keadaannya. Beliau berkata, “Anda bertanya tentang dunia dan akhirat. Sesungguhnya perumpamaan dunia dan akhirat adalah seperti timur dan barat, bila satu mendekat, maka yang lain akan menjauh.” Dan Anda memintaku supaya menggambarkan tentang keadaan dunia ini. Maka aku katakan bahwa dunia diawali dengan kesulitan dan diakhiri dengan kebinasaan, yang halal akan dihisab dan yang haram akan berujung siksa. Yang kaya akan menghadapi ujian dan fitnah, sedang yang miskin selalu dalam kesusahan.” Adapun jawaban terhadap pertanyaan orang lain tentang keadaannya dan keadaan orang lain dalam menyikapi dunia beliau berkata, “Duhai celaka, apa yang telah kita perbuat atas diri kita? Kita telah menelantarkan agama kita dan menggemukkan dunia kita, kita rusak akhlak kita dan kita perbaharui rumah, ranjang serta pakaian kita. Bertumpu pada tangan kiri, lalu memakan harta yang bukan haknya. Makanannya hasil menipu, amalnya karena terpaksa, ingin yang manis setelah yang asam, ingin yang panas setelah yang dingin, ingin yang basah setelah yang kering, hingga manakala telah penuh perutnya ia berkata, “Wahai anakku, ambill obat pencerna.” Hai orang yang dungu, sesungguhnya yang kau cerna itu adalah agamamu. Mana tetanggamu yang lapar? Mana yatim-yatim kaummu yang lapar? Mana orang miskin yang menantikan uluranmu? Mana nasihat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan rasul-Nya? Kalau saja engkau sadari hisabmu. Tiap kali terbenam matahari, berkuranglah satu hari usiamu dan lenyaplah sebagian yang ada padamu.” Kamis malam di bulan Rajab 110 H, Hasan al-Basri pergi memenuhi panggilan Rabb-nya. Pagi harinya menjadi pagi duka cita bagi kota Bashrah. Jenazahnya dimandikan, dikafani dan dishalatkan setelah shalat Jumat di masjid Jami Basrah, masjid tempat di mana beliau menghabiskan banyak waktu hidupnya, belajar dan mengajar serta menyeru ke jalan Allah. Orang-orang mengiringkan jenazahnya dan hari itu tak ada shalat ashar di Masjid Jami tersebut karena tak ada yang menegakkannya. Dan shalat jamaah ashar tidak pernah absen sejak dibangunnya masjid itu kecuali di hari itu. Hari di mana Hasan al-Basri berpulang ke haribaan Rabb-nya. Sumber Mereka adalah Para Tabi’in, Dr. Abdurrahman Ra’at Basya, At-Tibyan, Cetakan VIII, 2009 Artikel KLIK GAMBAR UNTUK MEMBELI FLASHDISK VIDEO BELAJAR IQRO, ATAU HUBUNGI +62813 26 3333 28
kisah istighfar hasan al bashri